Ad Code

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

Ticker

6/recent/ticker-posts

Cerita Islami : Iqro Kecil Untuk Keyla

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

 Disclaimer : Cerita ini hanyalah karangan fiksi, apabila ada kesamaan nama, tempat, atau yang lain merupakan bentuk ketidaksengajaan. Dilarang menyalin sebagian atau keseluruhan dari cerita ini tanpa seizin admin. Terima kasih telah memercayai kami, dan jangan lupa untuk klik iklan pada halaman ini agar kami dapat terus berkarya.


Aaaak..... Baaak..... Taak...... begitulah suara yang setiap sore selalu kudengar. Suara kecil itu berasal dari gadis mungil nan lugu, tubuhnya yang kecil membuat siapapun yang memeluknya merasa nyaman. Alis yang tebal dan hampir menyambung keduanya membuktikan bahwa gadis kecil itu berasal dari ras pesisir. Gamisnya putih tampak sederhana, umurnya berkisar 4 tahun. Sebuah iqro lusuh menghiasi tangannya yang mulus, mekipun demikian, dibalik tangan yang mungil itu ada semangat untuk mempelajari agama yang tinggi. 

Orang yang melihat kondisi seperti itu pasti bertanya tanya, mengapa dia tidak memakai iqro yang bagus saja? Mereka tidak tahu kalau gadis kecil itu berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya bekerja sebagai serabutan sementara ibunya hanya membantu mengeringkan rumput laut milik tetangga. Bagi keluarga itu, untuk makan sehari saja sudah untung, apalagi untuk membeli sebuah iqro. Selama masih bisa dibaca, iqro sumbangan dari yayasan itu akan dipakai seterusnya.

"Bu.... Keyla pamit dulu yah.... Udah cole" Ucap gadis kecil itu yang memecah lamunanku.

"Eh.... udah selesai ya ngajinya.... ya udah deh, Keyla boleh pulang. Hati hati di jalan ya....." Jawabku sambil tersenyum kepadanya.

Gadis kecil itu kemudian membereskan iqro dan memasukannya ke dalam tas kain bekas souvenir nikahan. Kemudian ia bangkit, menyalamiku, dan pergi meninggalkan TPQ. Melihat kondisinya yang seperti itu, rasanya ingin sekali membantu dia. Namun apalah daya, kondisiku juga sama dengan orang tuanya. Suamiku hanyalah nelayan yang tidak memilikki perahu, sehingga beliau ikut melaut dengan perahu orang lain yang nantinya hasilnya dibagi rata. Sementara diriku hanyalah pengajar TPQ yang gaji bulanannya hanya cukup untuk membeli dua liter minyak goreng. 



Sumber : Pixabay


Meskipun keluarga kami sama sama ekonomi rendah, akan tetapi aku bersikeras ingin membantu Keyla. Sebab Keyla sudah kuanggap sebagai anakku sendiri. Selama delapan tahun pernikahan dengan suamiku, kami masih belum dikaruniai buah hati. Hanya Keyla-lah satu satunya yang dapat mengobati rasa rinduku. Dia terkenal ceria, aktif, namun juga penurut selama di TPQ, aku yakin semua orang pasti mendambakan anak dengan figur seperti Keyla ini. Sederhana namun semangat menuntut ilmunya luar biasa. Setelah membereskan bahan ajar TPQ, aku beranjak dan kemudian meraih sapu yang ada di sudut ruangan. Sudah menjadi kebiasaan diriku setelah mengajar pasti membersihkan ruangan TPQ. Bagaimanapun juga ini sebagai wujud terima kasihku kepada pengelola TPQ karena telah memberiku pekerjaan.

Seusai membersihkan ruangan TPQ, aku keluar dan kemudian mengunci pintu ruangan. Tak lama setelah itu, muncul seseorang dari ujung TPQ. Setelah kuamati dengan benar benar, rupanya orang itu adalah Bu Nyai Mariyah, Istri dari KH. Hakim Al-Bukhari selaku pemilik dari TPQ ini. Beliau tampak ingin menyampaikan sesuatu kepadaku.

"Assalamualaikum" Ucap Bu Nyai

"Waalaikumsalam... ada apa Bu Nyai?" Jawabku.

"Saya mau bicara sama kamu sebentar, bisa nggak?" Tanya Bu Nyai.

"Nggih bu bisa....." Aku mengangguk tanda setuju.

Aku pun diajak masuk ke dalam rumah Bu Nyai. Rumahnya yang banyak lubang ventilasi membuat siapa saja yang masuk betah berlama lama disana. Lampu berwarna kuning menghiasi setiap pojok rumah sehingga menciptakan suasana tentram. Di mejanya telah berdiri tiga kaleng makanan ringan seolah olah telah disiapkan untuk diriku. Awalnya aku hanya diam saja, namun tak lama kemudian Bu Nyai mempersilahkan diriku untuk menikmati jamuan yang ada di atas meja dan mulai membuka pembicaraan.

"Jadi begini Mbak Sari, belakangan ini santri kita banyak yang nggak masuk. Setelah saya coba tanya tanya, ternyata orang tua mereka nggak ada uang buat bayar iuran TPQ karena cuaca buruk sehingga tidak cocok untuk melaut. Mereka sudah saya bilangi gak papa ngaji aja dulu, tapi mereka nggak mau katanya malu." Jelas Bu Nyai.

"Iya Bu Nyai, memang sekarang lagi buruk buruknya cuaca." Aku tersenyum ke arah Bu Nyai.

"Mohon maaf nih, untuk bulan ini saya nggak bisa kasih bayaran. Soalnya uangnya kemarin buat peremajaan dampar. Gak masalah kan Mbak Sari? Nanti uangnya saya beri setelah semua santri masuk." Ucap Bu Nyai dengan tatapan penuh harapan.

"Kalau memang kondisinya seperti itu, gak papa kok bu, saya ikhlas. Lagipula saya ngajar di TPQ ini niat lillahi taala." Ucapku sambil menundukkan pandangan.

"Alhamdulillah...... sekali lagi saya mohon maaf" Bu Nyai merapatkan kedua telapak tangan di depan dadanya.

"Iya, tidak apa apa Bu Nyai. Kalau begitu, saya pamit dulu karena ada urusan rumah...." Aku beranjak dari tempat duduk.

"Iya iya..." Jawab Bu Nyai.

Setelah mengucapkan salam kepada beliau, aku pun meninggalkan rumah Bu Nyai. Jujur, baru kali ini aku tidak dibayar. Tapi tidak apa apa, semoga menjadi pahalaku. Aku pun sampai di rumah dan melakukan aktivitas seperti biasa. Mulai dari memasak untuk makan malam, kemudian menyambut kedatangan suami setelah melaut. Ketika malam tiba, biasanya kuisi dengan setrika baju atau membantu menjahit jaring ikan. Pagi harinya, kuawali dengan memasak sarapan dan membersihkan rumah kemudian pergi ke rumah tetangga untuk membantu menjemur rumput laut, sore harinya aku membersihkan diri dan pergi ke TPQ untuk mengajar mengaji.

Begitulah kegiatanku sehari hari, semua tampak biasa saja. Kegiatan tersebut kujalani sepanjang hari sampai tidak terasa bulan dan tahun silih berganti. Sampai ada satu hal yang membuat diriku tidak tenang. Akhir akhir ini, Keyla tidak pernah hadir ke TPQ. Mungkin sehari dua hari aku dapat memakluminya, namun kali ini dia sudah tidak hadir selama 10 hari. Hatiku tak tenang, aku merasa ada sesuatu yang terjadi pada Keyla. Aku harus memeriksanya, karena bagaimanapun juga diriku dan Keyla telah terhubung dalam sebuah ikatan batin. Apabila dia merasakan sakit, maka aku juga ikut merasakannya.

Setelah mengajar di TPQ, aku pun mengunci pintu dan kemudian bergegas menuju kediamannya Keyla. Melewati perkampungan nelayan yang sarat akan kapal kapal bersandar. Aku sampai di kediamannya Keyla, kebetulan waktu itu Keyla bersama ibunya Bu Rukmini sedang bermain di ruang tamu. Dengan perlahan aku masuk ke dalam dan kemudian mendekati mereka.

"Assalamualaikum......" Ucapku sambil tersenyum.

"Waalaikumsalam.... eh ada Bu Sari, salim dulu nduk...." Jawab Bu Rukmini sambil mengangkat tangan anaknya untuk berjabat tangan denganku.

"Ada apa ya bu? Kok tumben tumben kemari?" Tambahnya.

Aku hanya tersenyum manakala ditanya oleh ibunya Keyla. Pertanyaan beliau tidak kujawab, akan tetapi aku langsung bertanya kepada Keyla sendiri. Aku ingin tahu bagaimana kepolosan dirinya saat menjawab pertanyaanku.

"Keyla kenapa kok nggak pernah ngaji sekarang?" Tanyaku sambil tersenyum kepada Keyla.

"Ikloknya gak ada......" Jawab Keyla sambil menunjukkan giginya yang ompong.

"Hah......" Aku keheranan.

"Mohon maaf bu, akhir akhir ini Keyla tidak pernah mengaji karena iqronya rusak kena banjir rob. Sementara itu kita nggak punya uang buat ke kota beli iqro yang baru." Jelas Bu Rukmini

"Loh.... Kenapa gak pinjam atau pakai Al-quran yang lain aja?" Tanyaku lagi.

"Anak ini udah kubilangi begitu, kusuruh dia pakai Al-quran rumah. Tapi dia nggak mau, dia kekeh pingin pakai iqro yang baru." Ucap Bu Rukmini sambil mengelus kepala anaknya.

"Gak papa bu, jangan dimarahi. Artinya dia punya semangat menuntut ilmu yang tinggi. Dia sadar kalau dengan fasilitas yang layak dapat menunjang dirinya dalam menuntut ilmu." Ucapku sambil memegang tangannya Keyla.

"Iya memang umur umur segini masih semangat semangatnya, namun mau bagaimana lagi? keadaan kayak gini." Bu Rukmini menghela nafas.

"Gak papa bu, biar saya yang cari cara supaya Keyla bisa mengaji lagi." Ucapku meyakinkan Bu Rukmini.

Mendengar penjelasan Bu Rumini, hatiku tergugah untuk membantu mereka. Aku ingin sekali membelikan Keyla iqro baru agar dia dapat mengaji kembali. Mendengarkan suaranya yang lucu serta kelakuannya yang terkadang membuatku tertawa. Namun pikiranku itu terhenti karena suatu hal, dengan apa aku membeli iqro baru tersebut? saat ini aku tidak memegang uang sepeserpun karena belum menerima gaji dari TPQ. Mungkin suamiku bisa membantu. Ya, Aku akan membicarakan hal ini dengan suamiku.

Aku pun sampai di rumah, kebetulan waktu itu suamiku telah pulang dari melaut. Disitu aku langsung membicarakan mengenai niatku untuk membantu membelikan Keyla iqro baru. Namun bukannya suamiku setuju, justru dia malah menolak akan hal itu. Suamiku beralasan bahwa kondisi keuangan keluarga kami sedang tidak baik baik saja. Cuaca buruk membuat ikan yang ditangkap semakin sedikit, namun disisi lain kita juga harus tetap membayar biaya sewa perahu. Aku mencoba kembali meyakinkan suamiku, akan tetapi beliau tetap bersikeras menolak keinginanku. Ditambah dia sudah tahu kalau akhir akhir ini aku tidak dibayar oleh TPQ.

Mau tak mau, aku harus mencari cara agar dapat mewujudkan keinginanku. Keesokan harinya, tanpa sepengetahuan suamiku. Aku pergi ke luar rumah sambil membawa karung, kususuri sepanjang pantai berharap ada sampah plastik yang dapat dipungut dan dijual kembali. Singkat cerita, aku dapat mengumpulkan banyak sekali sampah plastik setelah berjuang selama satu bulan. Rencananya sampah itu akan kujual pada pengepul dan hasilnya dapat digunakan untuk membeli iqro baru untuk Keyla. Uang hasil penjualan sampah sudah kupegang, meskipun tak seberapa, namun kira kira cukup untuk membeli satu eksemplar buku iqro kecil. Aku pun berangkat menuju kota hari itu juga untuk membeli iqro.

Keesokan harinya, dengan senyuman yang lebar lebar. Aku membawakan iqro kecil itu menuju rumahnya Keyla. Aku tidak dapat membayangkan betapa senangnya dirinya ketika menerima sebuah iqro baru. Toook.... Took.... Aku pun mengetuk pintu rumah itu, Tak lama kemudian munculah seorang anak kecil yang tak lain adalah Keyla. Tanpa pikir panjang lagi, aku pun langsung memberikan iqro kecil itu kepada dirinya. 

"Ini buat keyla????" Tanay Kaeyla dengan nada polos.

"Iya....." Jawabku dengan senyum.

"Yeaaay........" Keyla meloncat dengan penuh kegirangan.

Aku bisa merasakan betapa bahagianya Keyla setelah menerima iqro kecil itu. Dengan ini dia dapat kembali mengaji. Sejak saat itu, dia jadi sering hadir untuk mengaji. Bahkan dengan iqro bantuanku tersebut progres mengajinya juga lebih pesat. Dari yang awalnya sangat susah sekali untuk naik tingkatan iqro, akan tetapi kali ini dia cepat sekali naik tingkatannya. Yang merasakan kebahagiaan tentunya bukan cuma aku, melainkan kedua orang tuanya yang melihat anak mereka sangat tekun sekali dalam mendalami agama.

Namun kebahagiaan itu tak berlangsung lama, baru saja dua bulan Keyla masuk mengaji, kemudian dia tidak hadir kembali. Kali ini dia tidak hadir mengaji lebih lama, hampir lima belas hari. Tentunya aku merasakan kekhawatiran yang luar biasa. Dengan langkah tergesa gesa, aku pun bergerak menuju rumahnya. Sesampainya di depan rumahnya, ada suatu hal membuat diriku jatuh, terpasang bendera kuning di depan rumah dan juga banyak orang yang berkumpul di rumahnya. Ada apa ini? Siapa yang telah meninggal? Aku langsung masuk ke dalam rumah guna mencari tahu ada apa yang terjadi. Sesampainya di ruang tengah, diriku dikagetkan dengan beberapa orang yang tampak duduk mengelilingi seorang jenazah anak kecil. Aku mencoba mendekat ke arah Bu Rukmini untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Bu..... ada apa ini?" Tanyaku sambil menitikkan air mata.

"Maaf Bu Sari... saya nggak bilang ini kepada sampean. Jadi selama ini Keyla mengidap penyakit autoimun. Karena tidak ada biaya, kami hanya bisa merawatnya di rumah dengan memberi obat obat herbal. Kemarin dia udah nggak kuat, dan pada akhirnya......." Jelas Bu Rukmini yang perlahan memeluk diriku.

Tubuhku lemas sejadi jadinya manakala mendengar berita tersebut. Aku tak percaya bahwa Keyla telah meninggal dunia. Padahal kemarin aku masih melihatnya tertawa ceria, namun sekarang aku melihatnya telah terbujur kaku di ruang tengah, Aku menangis di pelukan Bu Rukmini. Tangisanku tambah kencang setelah Bu Rukmini menceritakan pesan terakhir Keyla yang ditujukan untuk diriku. Keyla bilang bahwa buku iqronya sangat bagus, dia berterima kasih kepada diriku karena telah membelikan iqro yang baru. Aku pun mendekati jenazah Keyla, mengamati wajahnya yang manis untuk terakhir kalinya. Ada satu hal yang membuatku senang, aku masih bisa mengabulkan permintaan terakhirnya, sebuah iqro kecil. Selamat jalan Keyla..... Surga Allah swt menunggumu.........

Post a Comment

0 Comments

close
Banner iklan disini