Disclaimer : Cerita ini hanyalah karangan fiksi, apabila ada kesamaan nama, tempat, atau yang lain merupakan bentuk ketidaksengajaan. Dilarang menyalin sebagian atau keseluruhan dari cerita ini tanpa seizin admin. Terima kasih telah memercayai kami, dan jangan lupa untuk klik iklan pada halaman ini agar kami dapat terus berkarya.
"Marcel.... Marcel...... Bangun le, masak kamu tidur dari pagi sampe sore. Kayak kebo aja"
Beberapa kali suara itu terdengar di telingaku, rasanya aku mengenal siapa dibalik suara itu. Namun rasa kantuk ini masih menghantuiku, sehingga kuputuskan untuk tidur kembali dan tidak menghiraukan suara itu. Tak lama kemudian, aku merasakan guncangan yang hebat di kasurku. Dugaanku benar, rupanya suara itu berasal dari seseorang yang kukenal, dialah mamaku.
"Marcel, kamu ini udah keterlaluan ya.... Bisa bisanya tidur dari pagi sampai sore nggak bantuin mama." Ucap mama dengan kesal.
"Habis mau gimana lagi. Marcel ngantuk mah, semalem habis ngechill sama temen temen." Aku beranjak dari tempat tidur.
"Cepet bangun, habis ini tolong antar uang arisan ini ke Bu Mina." Ucap mama sambil menarik selimutku.
"Iya iya....." Aku mengucek ucek mata dan kemudian beranjak menuju kamar mandi.
Sesampainya di kamar mandi, aku segera membasuh mukaku. Meskipun kurang bersih, paling tidak mukaku terlihat lebih segar daripada waktu bangun tidur tadi. Setelah membasuh muka, akupun menata rambut dan mengeluarkan motorku dari garasi. Entah mengapa, aku merasa motorku ini jauh lebih berat daripada biasanya. Apakah mungkin gara gara nyawaku belum terkumpul sepenuhnya? Singkat cerita, aku pun berangkat memenuhi permintaan mamaku. Karena mamaku ikut dalam sebuah arisan, maka beliau sering memintaku untuk mengirimkan uang. Padahal mah zaman sudah canggih, tinggal tranfer saja kelar masalahnya. Tidak perlu sampai membangunkanku juga, sungguh merepotkan.
Aku pun melajukan motorku dengan kecepatan sedang. Melewati blok satu, dua, sampai seterusnya. Di sepanjang jalan aku terus ngedumel karena teringat dengan hal yang menyebalkan tadi. Sampai ketika aku melewati sebuah kerumunan di jalan. Rupanya sedang ada lomba sepak bola corong untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia. Aku pun baru ingat kalau hari ini tanggal 17 agustus, hari dimana semua orang merayakan kebebasan dari penjajah. Ketika aku melintas di samping kerumunan itu, tiba tiba saja sebuah bola melambung dan menghantam wajahku.
BRUUAAAAK....... Aku pun terjatuh dari motorku. Seketika situasi berubah menjadi hening dan semua pandangan mengarah kepadaku. Beberapa orang datang menghampiri untuk membantuku berdiri. Sementara beberapa orang yang lain juga meminta maaf kepadaku dan menghimbau kepada seluruh peserta untuk tidak menendang bola terlalu keras. Namun karena sudah terlanjur kesal, aku pun menaiki motorku dan kemudian pergi meninggalkan mereka. Entah mengapa, hari ini terasa berat bagiku. Macam macam musibah menimpa diriku sehingga membuatku kesal, apa ada yang salah dengan diriku ini? Dan mengapa saat ini banyak sekali lomba di jalanan? Apa manfaat dari kegiatan itu semua? Menurutku, justru kegiatan itu malah menghambat pengguna jalan. Dasar orang kampung.
Sumber : Pixabay |
Namaku Marcella Emmanuel Padros, biasa dipanggil Marcel. Umurku 19 tahun dan aku telah lulus dari sekolah yang menyebalkan. Ayahku, Yakob Stefanus Padros merupakan pemilik perusahaan Padros corp. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang properti dan investasi. Hidup sebagai anak pemilik perusahaan harus punya mental yang kuat, selalu dituntut untuk belajar bisnis dan manajemen karena akulah yang nanti bakal mewarisi perusahaan. Namun di sisi lain, aku sendiri malas untuk melakukan hal itu. Aku masih ingin menghabiskan masa mudaku dengan kebebasan. Toh ayahku juga masih lama pensiunnya, mungkin aku akan mempelajari hal itu nanti. Setiap hari, aku menghabiskan waktuku dengan bermain game di kamar, kumpul kumpul bersama teman, ataupun party party di klub malam. Bagi sebagian orang, mungkin aktivitas itu dinilai tidak berguna. Namun menurutku, itulah cara untuk menikmati kebebasan.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 10 menit, aku pun tiba di rumah Bu Mina. Waktu itu Bu Mina sedang duduk duduk di teras. Beliau langsung menghampiriku yang masih ada di atas motor dan mengambil titipan ibuku. Mungkin beliau tidak ingin aku membawa kabur uang arisan seperti dulu..... wkwkwk. Setelah memberikan titipan ibu, aku pun berpamitan kepada beliau dan memacu motorku meninggalkan rumahnya. Awalnya aku mengedarai motorku dengan kecepatan sedang, namun tiba tiba saja muncul gerombolan geng motor yang mengendarai motornya dengan kencang. Diriku tergugah untuk melajukan motor dengan kecepatan tinggi. Sesampainya di jalan yang lurus dan datar, aku langsung menaikkan kecepatan motorku.
Wuung...... Wuus....... Motorku melaju dengan kencangnya, menyalip setiap kendaraan yang ada di depan. Aku merasakan hembusan angin menusuk tubuhku. Memang terasa dingin, tapi akan kutahan karena ini sudah menjadi resiko mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Awalnya aku dapat mengendalikan motorku, namun lama kelamaan aku mulai kehilangan konsentrasi, ditambah dengan hembusan angin yang sepoi sepoi membuat diriku ingin memejamkan mata. Hingga pada akhirnya, aku menerjang sebuah lubang di tengah jalan.
Bruaaaak....... Aku terjatuh dan berguling guling beberapa meter. Waktu itu aku mendarat menggunakan bahu. Bisa dibayangkan betapa sakitnya bahuku setelah jatuh dari motor yang berkecepatan tinggi. Setelah terguling guling, tubuhku terlentang di sebuah bagian jalan. Untungnya tidak ada kendaraan lain di belakangku sehingga diriku tidak langsung terlindas. Tampak juga beberapa orang yang menghampiri diriku, kemungkinan mereka ingin memberikan pertolongan. Mereka berusaha memanggil manggil diriku, akan tetapi aku tidak dapat mendengarnya. Aku mencoba untuk bangkit berdiri, akan tetapi tubuhku terasa sakit sekali apabila digerakkan. Tak lama setelah itu, seketika pandanganku tertutup oleh cairan berwarna merah. Apakah itu darah yang keluar dari kepalaku? Mengapa banyak sekali? Apakah aku akan mati? Apakah hidupku harus berakhir seperti ini? Karena panik, aku pun mulai tak sadarkan diri.
Entah bagaimana caranya, aku terbangun di sebuah ruangan yang gelap gulita. Tempat itu sangat sepi dan tidak ada orang sama sekali. Saking sepinya aku dapat mendengar detak jantungku sendiri yang cukup kencang. Dimana ini? Apakah ini akhirat? Apakah aku sudah benar benar mati? Aku pun menolehkan pandanganku ke segala sisi dimana tempatku duduk. Berharap ada sesuatu yang dapat menjelaskan dimana keberadaanku ini. Namun sama saja, tidak ada apapun di ruang itu selain kegelapan. Pandanganku tiba tiba tertuju pada suatu bintik cahaya putih yang letaknya agak jauh. Tanpa berpikir lagi, aku pun berusaha mendekati cahaya putih itu. Saat mendekati cahaya putih itu, aku merasakan keanehan pada tubuhku. Entah bagaimana aku bisa berdiri dan berjalan menggunakan kedua kakiku, padahal tadi untuk bangkit saja rasanya sakit sekali. Singkat cerita, aku tiba di cahaya putih yang kumaksud. Cahaya itu sangat terang sehingga membuat mataku silau. Hingga pada akhirnya aku terkejut melihat apa yang ada di hadapanku saat ini.
"Cepat..... siapkan semua amunisi.... Jangan sampai ada yang kurang, pelurumu habis di dor kamu sama Belanda." Ucap seorang tentara yang berbadan kekar. Kemungkinan dia adalah komandan pleton.
"Lapor Pak...... kompi dua sudah siap." Seorang tentara yang lain menghampiri tentara yang berbadan kekar itu.
"Tetap pada posisi, tunggu instruksi saya." Ucap tentara itu sambil meneropong sesuatu.
"SIAP" Tentara itu kemudian pergi meninggalkan tentara yang berbadan kekar.
"Woi Prada Emmauel!!! Kenapa kamu disitu? Cepat masuk ke dalam regumu !!" Tentara yang berbadan kekar itu berteriak dan menunjuk ke arahku.
Aku yang belum sadar tentang apapun tiba tiba kaget mendengar hal itu. Mengapa tentara berbadan kekar itu menunjuk dan meneriaki diriku? Apakah ada sesuatu yang salah pada diriku? Setelah melihat kesana kemari, akhirnya aku sadar bahwa saat ini aku telah memakai seragam tentara lengkap dengan senjata. Mengapa aku memakai seragam tentara? Dimana ini? dan Siapa yang harus aku perangi? Belum sempat aku memikirkan hal itu tiba tiba saja terdengar suara sirine yang cukup kencang.
Nguuuuung............ seketika para tentara yang ada di sekitarku berhamburan dan menembakkan peluru dari senjata masing masing. Entah kemana targetnya, yang jelas target mereka sama. Aku pun menghampiri salah satu tentara yang sedang menembak.
"Permisi pak, sekarang kita ada dimana?" Tanyaku.
"Gimana sih kamu, masak gitu aja lupa. Kita sekarang ada di Jogja. Kita lagi menyerang Belanda." Ucap tentara itu.
"Hah..... Jogja? Menyerang Belanda? Kalau boleh tahu, sekarang tanggal berapa?" Tanyaku lagi.
"Sekarang tanggal 1 Maret 1949, kenapa tanya terus sih? cepet serang......." Tentara itu kemudian meninggalkanku dan maju menuju daerah lawan.
Mendengar tanggal itu, aku langsung teringat dengan salah satu materi sejarah yang diajarkan di sekolah. Apalagi kalau bukan serangan umum 1 maret. Serangan yang dipimpin oleh Letkol Soeharto ini bertujuan untuk merebut Kota Yogyakarta dari genggaman Belanda. Entah apa yang bisa membawaku kesini, namun yang jelas saat ini semua orang sedang berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tiba tiba rasa nasionalisku muncul, rasanya ingin sekali seperti mereka yang ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan. Tanpa basa basi lagi, aku pun maju dan menembakkan setiap peluru yang kupunya. Dengan modal pengetahuan perang yang kudapat dari game, aku yakin pasti dapat mengalahkan Belanda.
Dooor....... Dooor...... tembakanku mengenai tentara Belanda. Satu persatu mereka tumbang karena tembakan. Tentara Indonesia mulai mendekati garis benteng pertahanan musuh. Awalnya semua tentara Indonesia senang karena mereka berhasil memukul mundur pihak Belanda. Mereka optimis dapat memenangkan peperangan ini. Akan tetapi keadaan berubah setelah Belanda mengeluarkan artileri. Dooorrr...... Dreeet.... Dreeet...... Dengan cepat mereka memberondong semua tentara Indonesia sampai habis tak tersisa. Aku pun juga tak luput dari korban, salah satu peluru artileri mengenai lengan dan dada sehingga membuatku roboh. Aku pun terpaksa bersembunyi di balik tumpukan mayat pejuang. Dengan sigap aku membalut luka yang ada di tubuhku agar tidak banyak darah yang keluar.
Tak lama setelah itu, pandanganku tertuju pada seorang tentara yang sedang sekarat. Tentara itu tampak hampir memasuki usia senja dan beliau terbaring lemas di sampingku. Aku pun mendekati tentara itu dengan maksud untuk mengobati luka beliau.
"Tidak usah kau obati...... simpan saja obatmu untuk nanti. Mungkin sudah saatnya aku pergi...." Ucap tentara itu dengan terbata bata.
"Tidak.... aku akan mengobati anda sampai pulih." Aku ngotot mengobati beliau.
"Nak..... perang ini hanya ada dua kemungkinan, kalau tidak hidup ya mati. Sudah, tinggalkan saya......" Ucap tentara itu dengan merana.
"Keluarga anda pasti sedang menunggu di rumah, apakah anda tidak mau pulang dan bertemu dengan mereka?" Tanyaku kembali.
"Keluarga? Keluargaku sudah tahu kalau aku ini tentara. Pastinya keluargaku juga tahu bagaimana resiko menjadi seorang keluarga tentara. Harus siap ditinggal pergi, harus siap ditinggal mati. Aku berharap mereka menjadi pribadi yang tangguh sehingga tidak perlu menangisi kematianku." Ucap tentara itu.
"Nak..... sampaikan salamku kepada keluarga saya, saya sangat menyayangi mereka. Saya nggak ingin mereka menderita akibat penjajahan ini. Pesan saya, ketika Indonesia merdeka nanti jangan lupa untuk mengisi kemerdekaan itu dengan hal positif. Supaya apa, supaya negara ini berkembang maju dan kami tidak sia sia dalam berjuang..... Asyhadu alla ilaha illalloh, wa asyhadu anna muhammadarrosululloh....." Setelah mengatakan hal itu, tentara itu batuk darah dan kemudian meninggal di tempat.
Hatiku tergugah manakala melihat perjuangan tentara itu. Beliau rela meninggalkan keluarganya demi mempertahankan bangsa. Usia tak lagi muda, badan juga tak lagi kuat, akan tetapi beliau masih semangat untuk memperjuangkan kemerdekaan. Aku menjadi merasa bersalah, selama ini aku menghabiskan waktu dengan hal yang tidak berguna seperti bermain game, party party, dan lain lain. Aku yakin para pejuang pasti kecewa dengan apa yang kulakukan di masa depan. Tanpa kusadari, air mata menetes di pipiku. Kalau aku diberi kesempatan untuk hidup lagi, aku bakal merubah total pola hidupku menjadi bermanfaat.
Dengan sisa tenaga yang ada, aku pun bangkit dari tempatku. Aku memunguti setiap persenjataan dari mayat mayat pejuang. Rencananya, aku akan bergerak menuju daerah musuh dan menghancurkannya menggunakan bom. Dengan langkah pincang dan nafas tersengal sengal, aku mulai berjalan menuju benteng musuh, tempat tentara Belanda melancarkan aksinya. Tentara Belanda yang menyadari hal itu langsung menembak ke arahku. Dooor.... Dooorr...... ratusan peluru menembus badanku, aku pun roboh dan tidak sempat untuk meledakkan benteng musuh. Kedua mataku mulai tertutup, aku rasa ini adalah akhir hidupku.
"Marcel..... Marcel..... syukurlah kamu sadar nak....." Ucap mamaku sambil mengguncangkan tubuhku.
"Hah.... dimana aku ini?" Tanyaku dengan lemas.
"Kamu ada di rumah sakit nak......" Jawab mamaku.
"Hah.... rumah sakit? Perasaan tadi Marcel lagi perang sama Belanda." Kataku keheranan.
"Perang apanya? Kamu itu sudah koma selama lima hari karena kecelakaan." Bantah mamaku.
"Berarti yang tadi itu hanyalah mimpi....." Ucapku dengan lirih.
Rupanya selama ini aku dirawat di rumah sakit, luka yang parah di kepala membuatku tak sadarkan diri dan koma selama 5 hari. Itu berarti semua kejadian tentang perang tadi hanyalah mimpiku saja. Singkat cerita, kesehatanku mulai membaik dan aku diizinkan untuk rawat jalan. Setiap hari aku menjalani pengobatan dan aktifitas dari atas kasur. Setelah sembuh total, aku pun diperbolehkan untuk beraktivitas di luar rumah, tentunya untuk sementara ini motorku ditahan oleh mamaku..... wkwkwk. Aku mencoba untuk bergaul dengan masyarakat, dari mulai ikutan ngobrol sampai mengikuti lomba lomba perayaan kemerdekaan di masyarakat. Mimpi yang kualami kemarin membawa dampak besar bagiku, selain menjadikan diriku lebih aktif bersosialisasi, kini aku menjadi lebih paham apa arti sebenarnya dari kemerdekaan.
Suatu hari, ketika aku jalan jalan di sekitar taman makam pahlawan. Aku melihat orang berkerumun di area makam tersebut, rupanya sedang ada acara ziarah tahunan memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia. Kegiatan tersebut dilakukan oleh keluarga pahlawan dengan tujuan untuk menghargai jasa pahlawan yang telah berjuang. Tanpa kusadari, aku tidak sengaja mendengar pembicaraan dari salah satu keluarga pahlawan.
"Syukurlah, waktu itu ada seorang tentara yang memberitahukan kematian kakekmu. Sehingga jenazaah kakek dapat diidentifikasi dan dikebumikan secara terhormat." Ucap seorang nenek.
"Kalau boleh tahu, siapa nama tentara itu nek?" Tanya cucunya.
"Nenek masih ingat betul siapa orang itu, kalau nggak salah namanya Marcella Emmanuel. Pangkatnya prajurit dua." Jelas nenek itu.
"Wahhh..... sepertinya sekarang orang itu sudah tua ya nek...." Ucap cucunya sambil mendorong kursi roda neneknya.
"Entahlah, semenjak hari iru nenek udah nggak pernah ketemu lagi sama dia." Jelas nenek itu.
Aku terkejut manakala mendengar pembicaraan mereka, masalahnya nama yang mereka sebut adalah namaku. Apa jangan jangan mimpi yang kualami kemarin adalah nyata??? Apakah aku melakukan perjalanan waktu??
SELESAI
0 Comments